Kamis, 28 Februari 2013

✿ :::Harta adalah kesenangan yang sia-sia::: ✿

0 komentar




















Jangan sesekali berlagak dengan harta dunia sebab itu semua hanya sementara..

Aku menyebutnya fatamorgana. Ya, Dunia. Semua yang ada diatasnya hanya sementara. Harta, nyawa, jabatan, sahabat, orang tua akan kembali pada-Nya...

"Agama sbagai bekal kehidupan KIta di akhirat, sedangkan harta untuk bekal kehidupan KIta slama di dunia" -Abu Bakar-

hanya karena Harta Dunia banyak Manusia yang sanggup memutuskan silaturrahmi. butanya mata mereka hanya karena mengejar yang tidak kekal. Nauzubillah..

"Apa guna bermegah dengan harta dunia jika tiada sedikit pun kamu persiapkan 'harta' perbekalan utk akhirat kelak?"

Cium Al Quran lebih wangi daripada cium duit. Harta di dunia tidak boleh di bawa hingga mati :)

Biar miskin harta, jangan miskin pahala, Biar kurang rupa, jangan kurang bahasa, Biar hina di dunia, jangan hina di sana? :'(

"..dunia hanya permainan & hal melalaikan, perhiasan & bermegah-megah antara kamu serta berbangga atas banyaknya harta & anak.." {QS 57: 20}

"Yg namanya kaya (ghina') bukan dgn banyak harta (atau kemewahan dunia). Namun hati yg selalu merasa cukup." (HR. Bukhari-Muslim)
read more

✿ :::4 Malaikat di saat kita sakit::: ✿

0 komentar














Apabila seorang hamba Allah jatuh sakit, Allah akan utuskan 4 orang malaikat :

1. Malaikat Pertama akan mengambil SELERA MAKANNYA
2. Malaikat Kedua akan mengambil REZEKINYA
3. Malaikat Ketiga akan mengambil KECANTIKAN WAJAH ( pucat )
4. Malaikat Keempat akan mengambil DOSANYA

Apabila telah sampai waktu yang telah Allah tetapkan untuk hambaNya kembali sehat, Allah akan menyuruh Malaikat Pertama, Malaikat Kedua dan Malaikat Ketiga supaya mengambil balik apa yang telah diambil oleh mereka. Akan tetapi Allah tidak menyuruh Malaikat Keempat mengambil balik dosa hambaNya tersebut. Subhanallah, betapa Mulia dan Baik Hati nya Allah terhadap kita. Janganlah bersangka buruk terhadap Allah ketika sakit, bersyukurlah dan ucaplah Alhamdulillah ke atasNya. Sesungguhnya setiap kesakitan itu adalah penghapus segala dosa..
read more

✿ ::: Sepatu adalah pasangan terbaik::: ✿

0 komentar


Pasangan terbaik itu sepasang Sepatu :

1. Bentuknya tak persis sama namun serasi ♥
2. Saat berjalan tak pernah kompak tapi tujuannya sama ♥
3. Tak pernah ganti posisi, namun saling melengkapi ♥
4. Selalu sederajat tak ada yang lebih rendah atau tinggi ♥
5. Bila yang satu hilang yang lain tak memiliki arti ♥
read more

✿ ::Act NOW and NOT tomorrow::: ✿

0 komentar

















Some people say :
"Tomorrow I will start praying"
"Tomorrow I will start fasting"
"Tomorrow I will cover my aurat"
"Tomorrow I will start reading the Qur'an"
And other things , but how if you die now ?"
"Act NOW and NOT tomorrow Because tomorrow could be to late"
read more

✿ :::ADA TUJUH PETANDA KEBAHAGIAN DI DUNIA::: ✿

0 komentar

















Qalbun Syakirun - Hati yang selalu bersyukur ♥
Al-Azwaju Solihin - pasangan hidup yang soleh ♥
Al-Auladul Abrar - Anak yang soleh ♥
...
Al-Biatus Solihin - lingkungan yang kondusif untuk iman ♥
AL-Malul halal - harta yang halal ♥
Tafakkuh fid-Din - Semangat untuk memahami agama.♥ "
Umur yang berkat - artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya di iisi dengan amal ibadah ♥

(Ibnu Abbas RA)
read more

✿ :::Kau Dan Aku Tiada Beda | Kita Dan Kehidupan::: ✿

0 komentar






















Kehidupan, makin kita cari jawaban makin kita merasakan lemahnya diri kita. Teringat kata² Ustaz, sekedip mata kita, ada kita bersyukur ? Kalau diberhentikan mata kita dari berkedip apa yg akan terjadi ? Lemahnya kitakan ?

Kehidupan kita ni tiada beda, janganlah kita sombong pada manusia dan semua ciptaan...
Tersentuh hati pabila seorang Ustaz berkata,

Janganlah belagak sombong kerana dengan semut pun kita tak mampu menandingi. Kita tetap ada kelemahan tak sebanding semut yang senantiasa berkejasama...
( di gigit semut aja sakit, apa lagi perihnya azab neraka! kita tak bleh blagak sombong lagi, apa LAH lagi yg bisa kita sombong jika kita bakal calon jenazah, jika tidak di syurga dan neraka kita kembali dan di perhitungkan, KEMANA LAGI?)

Adakah kita setanding ikan dilaut ? Mampu melawan (menahan sakit) mata kail sehingga susah untuk di ambil pemancing. Kalau kita ? gak usah lah mata kail, kena jarum doktor pun takut (tak mampu menahan sakit)... Renung²kanlah...

Selalu orang mengeluh, AKU TAK GANTENG AKU TAK CANTIK SIAPA YANG MAU MEMANDANG SIAPA YANG MAU ?
tiada beDa kau dan aku dan dengan siapa pun. Coba renung dan fikirlah,

Kalau seorang perempuan cantikkkkkkkkkk sangatlah cantikkkkkkk, mengorek taik hidung di depan orang ramai. Apa nanti orang bilang ? mesti orang bilang "eee bodoh benar! dia nih".
Disini dapat menggambarkan tiada beda kau dan aku.
Allah maha pengasih maha penyayang, semua orang cantik jika Akhlaknya cantik...
Kecantikan bukan pada pandangan wajah...

Dalam memilih TEMAN janganlah kerana:

*KELEBIHANNYA, krn mungkin dgn 1 KELEMAHAN, kau akan MENJAUHINYA...

*KEBAIKANNYA, krn dgn 1 KEBURUKAN, kau akan MEMBENCINYA...

*ILMUNYA, krn apabila dia BUNTU, kau akan MEMFITNAHNYA...

*CERIANYA, krn andai dia MURAM, mungkin kau akan MENJAUHINYA...

Andai kau ingin berteman.....
TERIMALAH dia seadanya kerana bagi  ALLAH dia juga MANUSIA BIASA SEPERTIMU...
read more

✿ :::11 GOLONGAN AHLI NERAKA::: ✿

0 komentar

Firman Allah swt dalam surah al-Naba ayat 18:

"Yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok."

Adalah diriwayatkan bahwa ayat yang tersebut diatas pernah ditanyakan
oleh Saidina Muaz bin Jabal, katanya, "Ya Rasulullah, apa maksudnya ayat
ini?" Maka Rasulullah S.A.W menangis sebelum menjawab soalan tersebut
kerana inilah yang selalu dibimbangkan oleh Baginda. Lalu Baginda
menjawab:

"Ya Muaz, umatku kelak apabila bangkit dari kubur akan menjadi 12
golongan. Sebanyak 11 golongan akan memasuki neraka dan hanya 1 golongan
saja yang akan memasuki syurga. Adapun 11 golongan yang memasuki neraka
adalah seperti berikut:

1.Mereka yang tidak mempunyai kaki dan tangan. Ini adalah
mereka yg suka menyakiti hati tetangga.

2.Mereka yang menyerupai babi. Ini adalah balasan bagi orang yang suka
melengah-lengahkan solat lima waktu.

3.Mereka yang perutnya besar seperti gunung dan dipenuhi dengan ular
dan kala. Inilah balasan bagi mereka yang enggan mengeluarkan zakat.

4.Mereka yang keluar darah dari mulutnya. Inilah balasan mereka yang
berdusta.

5.Mereka yang berbau busuk seluruh badannya. Ini adalah balasan
mereka yang mengais keuntungan dalam jual beli atas penipuan.

6.Mereka yang dicincang-cincang pada tengkuk dan bahu. Ini adalah
balasan mereka yang menyaksikan maksiat atau perbuatan jahat.

7.Mereka yang keluar dengan tidak berlidah dan keluar nanah dan
darah dari mulut. Ini balasan mereka yang tidak mau menyaksikan
kebenaran.

8.Mereka yang keluar dalam keadaan terbalik yaitu kepala dibawah dan
kakinya keatas. Ini adalah balasan mereka yang berzina serta mati
sebelum bertaubat.

9.Mereka yang berwajah hitam, bermata biru dan perutnya penuh api.
Ini balasan mereka yang memakan harta anak yatim secara zalim.

10.Mereka yang kulitnya penuh kudis dan penyakit2 lain yang
menjijikan. Ini adalah balasan mereka yang berani melawan kedua
ibu bapanya.

11.Meraka yang buta matanya dan hatinya, giginya seperti tanduk,
bibirnya berjuntai hingga keperut, dari perut dan pehanya keluar
kotoran. Ini adalah balasan mereka minum minuman keras.


Dan satu golongan yang masuk ke syurga ialah:

12.Mereka yang wajahnya bagaikan bulan purnama, berjalan di atas
titian Mustaqim pantas seperti kilat. Ini balasan orang yang beramal salih
dan menjauhi maksiat serta mendirikan solat lima waktu dan mati
dalam keadaan bertaubat."
read more

✿ :::Our Final Destination!::: ✿

0 komentar




















Did you ever stop for a while and asked yourself,
what is going to happen to me the first night in my grave ?
Think about the moment your body is being washed and prepared to your grave,

Think about the day people will be carrying you to your grave And your families crying ..

Think about the moment you are put in your grave Just imagine … yourself in your grave

Down there in that dark hole Alone Its too
Dark you cry for help But ..

It is too narrow your bones are squashed You regret missing 5 prayers , you regret listening music , you regret not wearing Hijab

You regret ignoring Allah ‘s orders But no ESCAPE ..

You alone with your deeds No money ,no jewelries,

Only your deeds May Allah (Subhanahu Wa Ta’ala)

protect us all from the punishment of the grave. Ameen
read more

Rabu, 27 Februari 2013

✿ :::Kesabaran Nabi Ayub A.S::: ✿

0 komentar

Nabi Ayub terkenal dengan kisah penderitaannya menanggung penyakit aneh, diceritakan kudis di seluruh tubuh Nabi Ayub sangat teruk sehingga sedikit demi sedikit tubuhnya dimakan oleh ulat yang keluar dari kudis-kudis tersebut.

Allah menguji Nabi Ayub dengan penyakit tersebut, namun sedikit pun nabi Allah itu tidak merungut. makin derita, makin beriman. dia tidak pernah meminta Allah menyembuhkan penyakitnya. apa yang dia lakukan hanyalah bersolat, berzikir dan berdoa kepada Allah agar diampunkan dosanya dan diberikan kekuatan.

namun apabila ulat-ulat itu sudah mulai hampir kepada bahagian mulutnya, barulah Nabi Ayub berdoa....

“ya allah, janganlah kau biarkan ulat-ulat ini menghancurkan lidahku.. kerana aku ingin menyebut nama-Mu, aku mahu solat dan berzikir pada-Mu dengan sempurna..”

subhanallah,,

Betapa kuatnya cinta Nabi Ayub pada Allah,
Makin derita makin kuat cintanya pada Allah.
makin diuji makin bertambah kuat imannya....
read more

Selasa, 26 Februari 2013

✿ :::SAKARATUL MAUT::: ✿

0 komentar
Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kalian tangisi bisa berbicara barang sekejap, lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian. Niscaya kalian akan segera melupakan jenazah tersebut dan mulai menangisi diri kalian sendiri. ( Imam Ghazali atsar Al-Hasan.)

(pendapat) para sahabat Rasulullah SAW .
Ka’b al-Ahbar : “Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Lalu, seorang lelaki menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa semua bagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa”.

Imam Ghozali berpendapat : “Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga bagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga kaki”.

Imam Ghozali juga mengutip suatu riwayat ketika sekelompok Bani Israil yang sedang melewati sebuah pekuburan berdoa pada Allah SWT agar Ia menghidupkan satu mayat dari pekuburan itu sehingga mereka bisa mengetahui gambaran sakaratul maut. Dengan izin Allah melalui suatu cara tiba-tiba mereka dihadapkan pada seorang pria yang muncul dari salah satu kuburan. “Wahai manusia !”, kata pria tersebut. “Apa yang kalian kehendaki dariku? Lima puluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun hingga kini rasa perih bekas sakaratul maut itu belum juga hilang dariku.”

Suatu hari, Nabi Ibrahim A.S meminta kepada Allah agar diperlihatkan wajah malaikat maut ketika ingin menarik nyawa orang-orang yang musyrik dan tidak beriman kepada Allah S.W.T. Maka Allah memperkenankan permintaan Nabi Ibrahim A.S.
setelah itu muncullah malaikat maut berkulit hitam legam, berbau teramat busuk dan meloyakan, memiliki dua mata satu didepan dan satu dibelakang. Di mulutnyA kelihatan api yang panas membara. Nabi Ibrahim A.S yang melihatnya pIngsan tidak sAdarkan diri. Sedangkan saat sakaratul maut manusia yg kufur itu disIksa sedemikian rupa, sesungguhnya sIksa Allah S.W.T diakhirat kelak lebih berlipat kali gandanya!

SAbda Rasulullah SAW : “Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiGa ratus pedanG” (HR Tirmidzi)
read more

✿ ::: Imam Ghazali ::: ✿

0 komentar
Imam Ghazali: "Apa yang paling ringan di dunia ini?"
Murid 1 : "Kapas"
Murid 2 : "Angin"
Murid 3 : "Debu"
Murid 4 : "Daun-daun"
Imam Ghazali : "Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali di dunia ini adalah "MENINGGALKAN SHOLAT". Gara - gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita dengan mudahnya tinggalkan sholat "

Imam Ghazali: "Apa yg paling berat di dunia?"
Murid 1: "Baja"
Murid 2: "Besi"
Murid 3: "Gajah"
Imam Ghazali: "Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah "MEMEGANG AMANAH" (QS Al-Azab:72 ).
Tumbuh2an, hewan Dan malaikat tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah pemimpin di dunia ini. Tapi manusia dengan sombongnya berebut menyanggupi permintaan Allah tersebut sehingga banyak manusia masuk ke neraka karena gagal memegang amanah."

Imam Ghazali: "Apa yang paling besar di dunia ini?"
Murid 1 : "Gunung"
Murid 2 : "Matahari"
Murid 3 : "Bumi"
Imam Ghazali :
"Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah "HAWA NAFSU" (Surah Al A'raf: 179)
Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa kita ke neraka."

Imam Ghazali: "Apa yg paling jauh dari kita di dunia ini?
"Murid 1: "Negeri Cina"
Murid 2: "Bulan"
Murid 3: "Matahari"
Murid 4: "Bintang-bintang"
Imam Ghazali: "Semua jawaban itu benar. Tapi yg paling benar adalah "MASA LALU"
Bagaimanapun kita tetap kita tidak akan dapat kmbali ke masa Æ–É‘Æ–U. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama"

Imam Ghazali: "Apakah yang paling dekat dengan diri kita di
dunia ini?
Murid 1: "Orang tua"
Murid 2: "Guru"
Murid 3: "Teman"
Murid 4: "Kaum kerabat"
Imam Ghazali: "Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah "KEMATIAN".
Sebab itu janji Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati ( QS Ali-Imran :185)
read more

Sabtu, 23 Februari 2013

::PUDARNYA PESONA CLEOPATRA::

0 komentar
Siapa yang tidak kenal Habiburrahman El Shirazy?
karya2nya yang SPEKTAKULER sangat di kenaL oleh brbagai kalangan..
Salah satunya ialah novel psikologi islam pembangun jiwa
yang akan saya posting kali ini..
Sebenarnya cerita ini telah lama terpublikasi..
Namun tidak ada salahnya berbagi kisah inspritif dan penuh dengan renungan ini
bagi akhi dan ukhti yang belum pernah membacanya..
Semoga bermanfaat :)

::PUDARNYA PESONA CLEOPATRA::

Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalam kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal. “Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo dulu,” kata ibu.
“Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainanjenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon keikhlasanmu,”ucap beliau dengan nada mengiba.
Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. Akutak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi di hatinya, meskipun untuk itu aku harusmengorbankan diriku.
Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat khitbah (lamaran) sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, ia memang baby face dan anggun. Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali.
Adikku, tante Lia mengakui Raihana cantik, “Cantiknya alami, bisa jadi bintang iklan Lux lho, asli !” kata tante Lia. Tapi penilaianku lain, mungkinkarena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas Arab, dan bibir yang merah. Di hari-hari menjelang pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku untuk calon istriku, tetapi usahaku selalu sia-sia.
Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku. Hari pernikahan datang. Duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa tanpa cinta, Pestapun meriah dengan empat group rebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa menusuk-nusuk hati. Kulihat Raihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwaku meronta. Satu-satunya harapanku adalah mendapat berkah dariAllah SWT atas baktiku pada ibuku yang kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya!
Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayatNya. Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan kepura-puraanku.
***
Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir kota Malang. Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama dengan makhluk yang bernama Raihana, istriku, tapi Masya Allah bibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang lembut terasa hambar, wajahnya yang teduh tetap terasa asing.
Memasuki bulan keempat, rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini muncul begitu saja.Aku mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini,apalagi pada istri sendiri yang seharusnya kusayang dan kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang kerja. Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, pernikahanku sia-sia, keberadaanku sia-sia.
Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama, karena ia orang yang berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab, “tidak apa-apa koq mbak, mungkin aku belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah tangga.”
Ada kekagetan yang kutangkap di wajah Raihana ketika kupanggil ‘mbak’, “Kenapa Mas memanggilku mbak, aku kan istrimu, apa Mas sudah tidak mencintaiku,” tanyanya dengan guratan wajahyang sedih.
“Wallahu a’lam,” jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam menunduk, tak lama kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku, “Kalau Mas tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagai istri, kenapa Mas ucapkan akad nikah?”
“Kalau dalam tingkahku melayani Mas masih ada yang kurang berkenan, kenapa Mas tidak bilang dan menegurnya, kenapa Mas diam saja, aku harus bersikap bagaimana untuk membahagiakan Mas, kumohon bukalah sedikit hatimu untuk menjadi ruangbagi pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku di dunia ini,” Raihana mengiba penuh pasrah.
Aku menangis menitikkan air mata, bukan karena Raihana tetapi karena kepatunganku. Hari terus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kamihidup seperti orang asing tetapi Raihana tetap melayaniku, menyiapkan segalanya untukku.
***
Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai di rumah habis maghrib, bibirku pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi. Memang aku berangkatpagi karena ada janji dengan teman. Raihana memandangiku dengan khawatir.
“Mas tidak apa-apa,” tanyanya dengan perasaan kuatir. “Mas mandi dengan air panas saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih,” lanjutnya. Aku melepas semua pakaian yang basah.”Mas airnya sudah siap,” kata Raihana. Aku tak bicara sepatah katapun, aku langsung ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi Raihana telah berdiri di depan pintu membawa handuk. ”Mas aku buatkan wedang jahe.” Aku diam saja. Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan.
Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku dan memijit-mijit pundak dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. “Mas masuk angin. Biasanya kalau masuk angin diobati pakai apa, pakai balsam, minyak putih, atau jamu?” tanya Raihana sambil menuntunku ke kamar. ”Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk membantu Mas”.
“Biasanya dikerokin,” jawabku lirih. “Kalau begitu kaos mas dilepas ya, biar Hana kerokin,” sahut Raihana sambil tangannya melepas kaosku. Akuseperti anak kecil yang dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengeroki punggungku dengan sentuhan tangannya yang halus.
Setelah selesai dikerokin, Raihana membawakanku semangkok bubur kacang hijau. Setelah itu aku merebahkan diri di tempat tidur. Kulihat Raihana duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur sambil menghafal Al Quran dengan khusyu. Aku kembali sedih dan ingin menangis, Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra.
Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra,ia mengundangku untuk makan malam di istananya. “Aku punya keponakan namanya Mona Zaki, nanti akan aku perkenalkan denganmu,” kata Ratu Cleopatra. “Dia memintaku untuk mencarikannya seorang pangeran, aku melihatmu cocok dan berniat memperkenalkannya denganmu.” Aku mempersiapkan segalanya. Tepat pukul 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona Zaki dengan pakaian pengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di kursi yang berhias berlian.
Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba “Mas, bangun, sudah jam setengah empat, mas belum sholat Isya,” kata Raihana membangunkanku.Aku terbangun dengan perasaan kecewa. “Maafkan aku Mas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belumsholat Isya,” lirih Hana sambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat malam.
Meskipun cuman mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Aku jadi semakin tidak suka sama dia, dialah pemutus harapanku dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah, bukankah dia berbuat baik membangunkanku untuk sholat Isya.
Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahu dari mana sulitnya. Rasa tidak suka semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol. Aku belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa bisa dijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra.
***
“Mas, nanti sore ada acara aqiqah di rumah Yu Imah.Semua keluarga akan datang termasuk ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datang bareng, tidak enak kalau kita yang dieluk-elukan keluarga tidak datang,” suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada Jaman Ibnu Hazm. Pelan-pelania letakkan nampan yang berisi onde-onde kesukaanku dan segelas wedang jahe.
Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. “Maaf..maaf jika mengganggu Mas, maafkan Hana,” lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak meninggalkan aku di ruang kerja. “Mbak! Eh maaf, maksudku D..Din..Dinda Hana!,” panggilku dengan suara parau tercekak dalam tenggorokan.
“Ya Mas!” sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan pelan-pelan menghadapkan dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya ia bahagia dipanggil ‘dinda’. Matanya sedikit berbinar. “Te..terima kasih Di..dinda, kita berangkat
bareng kesana, habis sholat dhuhur, insya Allah,” ucapku sambil menatap wajah Hana
dengan senyum yang kupaksakan.
Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyum bersinar di bibirnya. “Terima kasihMas, Ibu kita pasti senang, mau pakai baju yang manaMas, biar dinda siapkan? Atau biar dinda saja yang memilihkan ya?” Hana begitu bahagia.
Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Ia tetap sabar mencurahkan bakti meskipun aku dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernah melihatnya memasang wajah masam atau tidak suka padaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah tidak sukanya belum pernah.
Bah, lelaki macam apa aku ini, kutukku pada diriku sendiri. Aku memaki-maki diriku sendiri atas sikap dinginku selama ini. Tapi, setetes embun cinta yang kuharapkan membasahi hatiku tak juga turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu? Bagaimana aku mengusirnya. Aku merasa menjadi orang yang paling membenci diriku sendiri di dunia ini.
Acara pengajian dan aqiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihana membawa sejarah baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana, kami dielu-elukan keluarga, disambut hangat, penuh cinta, dan penuh bangga. “Selamat datang pengantinbaru! Selamat datang pasangan yang paling ideal dalam keluarga!” sambut Yu Imah disambut tepuk tangan bahagia mertua dan bundaku serta kerabat yang lain. Wajah Raihana cerah. Matanya berbinar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku menangis disebut pasangan ideal.
Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusan terbaik di kampusnya dan hafal al-Quran lantas disebut ideal? Ideal bagiku adalah seperti Ibnu Hazm dan istrinya, saling memiliki rasa cinta yang sampai pada pengorbanan satu sama lain. Rasa cinta yang tidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang dari detik ke detik meneteskan rasa bahagia.
Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana.
Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. Pada ibuku dan semuanya tidak pernah diceritakan, kecuali menyanjung kebaikanku sebagai seorang suami yang dicintainya. Bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku sendiri dibuat pusing dengan sikapku.
Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yang menyindir tentang keturunan. “Sudah satu tahun putra sulungku menikah, koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku ingin sekali menimang cucu,” kata ibuku. “Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang cucu, doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?” sahut Raihana sambil menyikut lenganku, aku tergagap dan mengangguk sekenanya.
Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat dengan Raihana. Aku berpura-pura kembali mesra dengannya, sebagai suami betulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab bukan atas dasar cinta, dan bukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi ibuku. Allah Maha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagaiseorang istri. Raihana hamil. Ia semakin manis.
Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangiskarena cinta tak kunjung tiba. Tuhan kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera. Sejak itu aku semakin sedih sehingga Raihana yang sedang hamil tidak kuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku bertanya, “Mana tanggung jawabmu!” Aku hanya diam dan mendesah sedih. “Entahlah, betapa sulit aku menemukan cinta,” gumamku.
Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasuki bulan ke enam. Raihana minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanya dengan alasan kesehatan. Kukabulkan permintaanya dan kuantarkandia ke rumahnya.
Karena rumah mertua jauh dari kampus tempat aku mengajar, mertuaku tak menaruh curiga ketika aku harus tetap tinggal di kontrakan. Ketika aku pamitan, Raihana berpesan, “Mas, untuk menambah biaya kelahiran anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yang ada di ATM. Aku taruh di bawah bantal, nomor pin-nya sama dengan tanggal pernikahan kita.”
Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiap hari aku tidak bertemu dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entah apa sebabnya bisa demikian. Hanya saja aku sedikit repot, harus menyiapkan segalanya. Tapi toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir.
Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang kehujanan. Sampai rumah hari sudah petang, aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Aku muntah-muntah, menggigil, kepala pusing dan perut mual. Saat itu terlintas di hati andaikan ada Raihana, dia pasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau, membantu mengobati masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhku istirahat dan menutupi tubuhku dengan selimut.
Malam itu aku benar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun jam enam pagi. Badan sudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum sholat Isya dan terlambat sholat subuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentu aku ngak meninggalkan sholat Isya, dan tidak terlambat sholat subuh.
Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah bahasa Arab. Diantaranya tutornyaadalah professor bahasa Arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang dengan beliau tentang Mesir.
Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang dosen bahasa Arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. ”Apakah kamu sudah menikah?” kata Pak Qalyubi.
“Alhamdulillah, sudah,” jawabku.
“Dengan orang mana?”.
“Orang Jawa.”
“Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyak saudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Paling tidak santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?”.
“Pernah, alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran”.
“Kau sangat beruntung, tidak sepertiku.”
“Kenapa dengan Bapak?” “Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu, tentu batinku tidak merana seperti sekarang”.
“Bagaimana itu bisa terjadi?.”
“Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dan karena terpesona dengan kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, saya seorang anak tunggal dari seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Di sana saya bersama kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun pertama saya lulus dengan predikat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi pelajar dari Indonesia.
Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis secantik itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia. Ternyata perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil. Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua.
Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini, sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al-Azhar yang hafal al-Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan Yasmin yang awam pengetahuan agamanya. Tetapi saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang tinggi saya berhasil menikahi Yasmin.
Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang mewah, menginap di hotelberbintang. Begitu selesai S-1 saya kembali ke Medan, saya minta agar asset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli rumah yang cukup mewah di kota Medan.
Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengokorang tuanya. Aku masih bisa memenuhi semua yang diinginkan Yasmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup semakin nambah, anak kami yang ketiga lahir, tetapi pemasukan tidak bertambah. Saya minta Yasmin untuk berhemat. Tidak setiap tahun tetapi tiga tahun sekali, Yasmin tidak bisa.
Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah terakhir milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulai muncul penyesalan. Setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup dengan tenang dan damai dengan istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya tidak mendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika saya pengin rending, saya harus ke warung. Yasmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia.
Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya. Jika ada sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaan sayadimulai setahun yang lalu. Usaha saya bangkrut, sayaminta Yasmin untuk menjual perhiasannya, tetapi dia tidak mau. Dia malah membandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan sepupunya. Sepupunya mendapat suami orang Mesir.
Saya menyesal meletakkan kecantikan diatas segalanya. Saya telah diperbudak dengan kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan ibu mengalah. Mereka menjual rumah dan tanah, yang akhirnya mereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit. Batin saya menangis. Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yang bangkrut. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir. Waktu di Mesir itulah puncak tragedi yang menyakitkan. “Aku menyesal menikah dengan orang Indonesia, aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir.”
Kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalutanpa dosa dia bercerita bahwa tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudahjadi bisnisman, dan istrinya sudah meninggal.
Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong.
Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengan temannya. Hati saya sangat sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang.”
Mendengar cerita Pak Qalyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa sudah dua bulan aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinapdihati. Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan istri seperti dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah menyala di dindingnya. Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapan bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan tabungannya.
Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke toko baju muslim, aku ingin membelikannya untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Aku ingin memberikan kejutan, agar dia tersenyum menyambutkedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke kontrakan untuk mengambil uang tabungan,yang disimpan di bawah bantal. Di bawah kasur itu kutemukan kertas merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Surat cinta siapa ini, rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk istriku. Jangan-jangan ini surat cinta istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan istriku serong.
Dengan rasa takut kubaca surat itu satu persatu. Dan Rabbi, ternyata surat-surat itu adalah ungkapan hati Raihana yang selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapa ia mati-matian mencintaiku, meredam rindunya akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya Allah lah tempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya Allah, ia tetap setia memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya. Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku.
“Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh di hadapan-Mu. Lakal hamdu ya Rabb. Telah Kau muliakan hamba dengan al-Quran. Kalaulah bukan karena karunia-Mu yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok ke dalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan kesabaran dalam diri hamba,” tulis Raihana.
Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa, “Ya Allah inilah hamba-Mu yang kerdil penuh noda dan dosa kembali datang mengetuk pintu-Mu, melabuhkan derita jiwa ini ke hadirat-Mu. Ya Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasa cinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini cara berakhlak yang lebih mulia lagi pada suamiku.
Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya. Cukup hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cinta hamba masih tetap menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk tetap berbakti dan memuliakannya. Ya Allah, Engkau maha Tahu bahwa hamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah rasa cinta ini kepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allah dengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau.”
Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku meledak. Dalam tangisku semua kebaikan Raihana terbayang. Wajahnya yang baby face dan teduh, pengorbanan dan pengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut, tangannya yang halus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaan haru dan cinta. Dalam keharuan terasa ada angin sejuk yang turun dari langit dan merasuk dalamjiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telah memudar berganti cinta Raihana yang datang di hati. Rasa sayang dan cinta pada Raihan tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam hatiku. Cahaya Raihana terus berkilat-kilat di mata. Aku tiba-tiba begitu merindukannya. Segera kukejar waktu untuk membagi cintaku dengan Raihana.
Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring denganair mataku yang menetes sepanjang jalan. Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaris tangisku meledak. Kutahan dengan nafas panjang dan kuusap air mataku. Melihat kedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan menangis tersedu- sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis.
“Mana Raihana Bu?”. Ibu mertua hanya menangis dan menangis. Aku terus bertanya apa
sebenarnya yang telah terjadi.
“Raihana…, istrimu….istrimu dan anakmu yang di kandungnya”.
“Ada apa dengan dia?”
“Dia telah tiada.”
“Ibu berkata apa!”
“Istrimu telah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh di kamar mandi. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat. Sebelum meninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangan dan kekhilafannya selama menyertaimu. Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia meminta maaf telah dengan tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhionya”. Hatiku bergetar hebat. “Kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?”.
“Ketika Raihana di bawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseorang untuk menjemputmu di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi ke kampuskatanya kamu sedang mengikuti pelatihan. Kami tidak ingin mengganggumu. Apalagi Raihana berpesanagar kami tidak mengganggu ketenanganmu selama pelatihan. Dan ketika Raihana meninggal kami sangatsedih, jadi maafkanlah kami.”
Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku merasakan cinta Raihana, dia telahtiada. Ketika aku ingin menebus dosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika aku ingin memuliakannya dia telah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi kesempatan padaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah menghukumku dengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira. Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih baru di kuburan pinggir desa. Di atas gundukan itu ada dua buah batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana. Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin Raihana hidup kembali. Dunia tiba-tiba gelap semua.
read more

Jumat, 22 Februari 2013

✿ :::Taubat::: ✿

0 komentar

Taubat Itu Sukar Tetapi Tidak Bertaubat Itu Jauh Lebih Sukar

"Sesukar mana pun untuk kita bertaubat jauh lebih sukar menanggung akibat tidak bertaubat.." 

Ya Allah, bukalah pintu hati kami untuk taubat. 

Aamiin Ya Allah...

:'(
read more

Kamis, 21 Februari 2013

✿ :::MAAF KAN AKU BELUM SEMPAT MEMANGGIL MU AYAH::: ✿

0 komentar
"Ayah kandungku meninggal krn kanker paru² stadium akhir saat saya berusia 6 thn. Beliau juga meninggalkan Ibu&Adik saya yg masih berusia 2 thn. Sejak saat... itu kehidupan kami se-hari² sangat sulit. Setiap hari Ibu bekerja membanting tulang di sawah hanya cukup utk menyelesaikan masalah perut saja.

Saat saya berusia 9 thn, Ibu menikah lagi&menyuruh kami memanggilnya Ayah. Pria tsb adlh Ayah Tiri saya. Utk selanjutnya Beliau yg menopang keluarga kami.

Dlm ingatan masa kecil, Ayah Tiri saya seorang yg sangat rajin, Beliau juga sangat menyayangi Ibu. Pekerjaan apa saja dlm keluarga yg membutuhkan tenaganya akan Beliau lakukan, selamanya tdk membiarkan Ibu utk campur tangan.

Se-hari² Ayah Tiri adlh orang yg pendiam. Usianya kira² 40-an lebih, berperawakan tinggi&kurus, tetapi bersemangat. Dahinya hitam, memiliki sepasang tangan besar yg kasar, di wajahnya yg kecoklatan terdapat sepasang mata kecil yg cekung.

Ayah Tiri saya mempunyai suatu kebiasaan, tdk peduli pergi kemana pun, diatas pinggangnya selalu terselip sebatang pipa rokok antik berwarna coklat kehitaman. Setiap ada waktu senggang dia selalu menghisap rokok menggunakan pipa itu. Sejak dulu saya tdk suka dgn perokok, oleh karenanya saya juluki dia dgn sebutan “setan perokok”.

Dlm ingatan saya, Ayah Tiri selalu tenang dlm menghadapi segala persoalan, tdk peduli besar kecilnya permasalahan selalu dihadapinya dgn santai. Namun hanya krn sebatang pipa rokok, Ayah Tiri tlh memberikan saya satu tamparan yg sangat keras.

Teringat wkt itu Ayah Tiri baru saja menjadi anggota keluarga kurang lebih ½ thn, suatu hari saya menyembunyikan pipa rokoknya. Hasilnya, Beliau selama bbrp hari merasa gelisah&tdk tenang, sepasang matanya merah laksana berdarah. Akhirnya krn saya diinterogasi dgn keras olh ibu, dgn berat hati saya menyerahkan pipa rokok itu.

Ketika saya menyerahkan pipa itu kehadapan Ayah Tiri, Beliau menerimanya dgn tangan gemetaran&tak lupa Beliau memberikan saya satu tamparan keras, kedua matanya berlinangan air mata.

Saya sangat ketakutan&menangis, Ibu menghampiri&memeluk kepala saya lalu berkata, “Lain kali jgn pernah menyentuh pipa rokok itu, mengertikah kamu? Pipa itu adlh nyawanya!”

Stlh kejadian itu, pipa rokok itu menjadi penuh misteri bagiku. Saya berpikir, “Ada apa dgn pipa itu shg membuat Ayah Tiri bisa meneteskan air mata? Pasti ada sebuah kisah tentangnya.”

Mungkin tamparan itu tlh menyebabkan dendam terhadap Ayah Tiri, gak peduli bgmnpun jerih payah pengorbanannya, saya gak pernah menjadi terharu. Sejak usia belia, saya selalu berpendapat Ayah Tiri sama jahatnya spt Ibu Tiri dlm dongeng Puteri Salju. Sikap saya terhadap Àyah Tiri sangat dingin, acuh tak acuh, lebih² jangan harap menyuruh saya memanggil dia “Ayah”.

Tapi ada sebuah peristiwa yg membuat saya mulai ada sedikit kesan baik terhadap Ayah Tiri.

Suatu hari ketika saya baru pulang sekolah, begitu masuk rumah segera melihat kedua tangan Ibu memegangi perut sambil berteriak kesakitan. Ibu ber-guling² di ranjang, butiran besar keringat dingin bercucuran di wajahnya yg pucat.

Celaka! Penyakit maag Ibu kambuh lagi! Saya&Adik menangis mencari Ayah Tiri yg bekerja di sawah. Mendengar penuturan kami, dia segera membuang cangkul ditangannya, sandal pun gak sempat dia pakai. Sesampai di rumah tanpa berkata apapun, segera menggendong Ibu ke rumah sakit spt orang sedang kesurupan. Ketika Ibu&Ayah Tiri kembali ke rumah, hari sudah larut malam, Ibu kelelahan tertidur pulas di atas pundak Ayah Tiri.

Melihat kami berdua, Ayah Tiri dgn nafas ter-sengal², tertawa&berkata kpd kami, “Beres, sdh tdk ada masalah. Kalian pergilah tidur, besok masih hrs bersekolah!” Saya melihat butiran keringat sebesar kacang berjatuhan bagai butiran mutiara yg terburai, jatuh pd sepasang kaki besarnya yg penuh tanah.

Kesengsaraan yg saya alami dimasa kecil, membuat saya memahami penderitaan seorang petani. Saya menumpahkan segala harapan saya pd ujian masuk ke Universitas. Tetapi pertama kali mengikuti ujian, saya mengalami kegagalan.

“Bu, saya sangat ingin mengulang sekali lagi,” pinta saya pd Ibu.

“Nak, kamu tahu sendiri keadaan ekonomi kita, adikmu juga masih sekolah di SMA, kesehatan Ibu juga tdk baik, pengeluaran dlm keluarga semua menggantungkan Ayahmu. Lihatlah sendiri ada berapa gelintir orang di desa ini yg mengenyam pendidikan SMA? Ibu berpendapat kamu pulang ke rumah utk membantu Ayahmu!”

Tp saya sdh menetapkan niat, bersikap teguh tdk mau mengalah. Saat itu Ayah Tiri tdk mengatakan apa², Beliau duduk di halaman luar menghisap rokok dgn pipa kesayangannya. Saya tdk tahu di alm benaknya sedang memikirkan apa.

Esok harinya Ibu berkata pd saya, “Ayah setuju kamu kuliah, giatlah belajar!”

Ayah Tiri menjadi orang yg pertama kali menerima&membaca surat penerimaan mahasiswa saya. “Bu, anak kita diterima diperguruan tinggi!” teriaknya.

Saya&Ibu berlari keluar dr dapur. Ibu melihat&membolak-balik surat panggilan itu meski satu huruf pun dia tdk mengenalinya. Tetapi kegembiraan itu tersirat dr tingkah lakunya. Malam itu tak tahu mengapa Ayah Tiri sangat gembira hingga bicaranya juga banyak.

Tetapi utk selanjutnya biaya uang sekolah perguruan tinggi sejumlah 4.000.000 itu membuat keluarga cemas. Ibu mengeluarkan segenap uang tabungannya serta menjual&meminjam kesana kemari, tetap masih kurang 500.000.

"Gimana nih? Kuliah akan dimulai satu hari lagi". Saat makan malam, hidangan diatas meja tdk ada seorang pun yg menyentuhnya. Ibu menghela napas panjang sedangkan Ayah Tiri berada disampingnya sambil merokok, sibuk memperbaiki alat tani ditangannya, saya tdk tahu mengapa hatinya begitu tenang? Suara napas Ibu membuat hati saya hancur luluh lantak.

“Sudahlah saya tdk mau kuliah! Apa kalian puas?” Saya berdiri dgn gusar,&bergegas masuk kamar, merebahkan diri di ranjang lalu mulai menangis…….. Saat itu saya merasakan ada satu tangan besar yg keras me-nepuk² pundak saya, “Sudah dewasa masih menangis, besok Ayah pergi berusaha, kamu pasti bisa kuliah.”

Malam itu Ayah membawa pipa rokoknya, menghisap seorang diri di halaman rumah hingga larut malam, percikan api rokok yg sekejap terang&gelap menyinari wajahnya yg banyak mengalami pahit getir kehidupan. Dia memejamkan sepasang mata, raut wajahnya menyembunyikan perasaan&sangat berat. Kepulan asap rokok dgn ringan menyebar didepan matanya, mengaburkan pandangan, tak seorang pun tahu apa yg sedang dia pikirkan, tetapi yg pasti dlm hatinya tdk tenang.

Besoknya Ibu memberitahu saya bhw Ayah Tiri pergi ke kabupaten. “Pergi utk apa?” Percikan bunga api dr harapan hati saya tersirat keluar.

“Dia bilang pergi ke kota mencari teman menanyakan apakah bisa pinjami uang.”

“Apa usaha temannya?” Ibu menggelengkan kepala, mulutnya bergumam, “Gak tahu.”

Hari itu saya menunggu di depan desa, memandang ke arah jalan kecil yg ber-kelok². Utk kali pertama perasaan hati saya ada semacam dorongan ingin bertemu Ayah Tiri,&utk kali pertama saya merasakan berharganya sosok Ayah Tiri dlm jiwa saya, masa depan saya tergantung pd dirinya.

Hingga malam saya baru melihat Ayah Tiri pulang. Saat saya melihat wajahnya yg penuh senyuman, hati saya yg selalu cemas, akhirnya bisa merasa lega. Ibu bergegas mengambil seember air hangat utk merendam kakinya. “Celupkanlah kakimu, berjalan pulang pergi 40 ㎞ perjalanan cukup membuat lelah.” Dgn lembut Ibu berkata pd Ayah Tiri.

Saya mengamati wajah Ayah Tiri dgn saksama,&menemukan bhw Beliau bukan lagi seorang pria yg masih kuat&kekar spt dulu. Wajahnya pucat pasi&bibir membiru, dahinya hitam penuh dgn kerutan, rambut pendek serta tangan kurus bagaikan kayu bakar, penuh dgn tonjolan urat hijau.

Memang benar, Ayah Tiri sdh tua. Dgn hati² Ibu melepaskan sepasang sepatunya yg hampir rusak. Di bawah sinar temaram lampu neon, terlihat sebuah benjolan darah besar yg sdh membiru masuk dlm pandangan saya, tak tertahankan hati saya merasa sedih, air mata saya diam² menetes keluar……..

Keesokan hari ketika saya berangkat kuliah, Ayah Tiri mengatakan Beliau tdk enak badan, diluar dugaan Beliau tdk bisa bangun dr tempat tidur.
Dlm perjalanan mengantar saya kuliah Ibu berkata, “Nak, kamu sdh dewasa, diluar sana semuanya tergantung pd diri sendiri. Sebenarnya Ayah Tirimu itu sangat menyayangimu, Dia sangat mengharapkanmu memanggilnya Ayah! Tetapi kamu……”

Suara Ibu sesenggukan, saya menggigit bibir dgn suara lirih berkata, “Lain kali saja, Bu!”

Setiap kali membayar uang kuliah, Ayah Tiri pasti pergi ke kota utk meminjam uang. Ketika liburan musim dingin&panas tiba, saya jarang berbicara dgn Ayah Tiri di rumah, Beliau sendiri juga jarang menanyakan keadaan saya. Tetapi kegembiraan Ayah Tiri bisa dirasakan setiap orang.

Setiap kali kembali ke tempat kuliah, Ayah Tiri pasti akan mengantar sampai ke tempat yg cukup jauh. Sepanjang perjalanan Beliau kebanyakan hanya menghisap pipa rokoknya. Semua kata² yg ingin saya utarakan kpdnya tdk tahu hrs dimulai dr mana.

Sebenarnya dlm hati kecil sejak dulu sdh menerimanya spt ayah kandung, cinta kasih kadang kala sangat sulit utk diutarakan! Dgn demikian saya selalu tdk bisa merealisasikan janji saya terhadap Ibu.

Pd liburan thn baru, rumah terkesan ramai sekali. Saat itu saya sdh kuliah di semester-6. Adik meminta saya bercerita tentang hal² menarik di kota,Ayah Tiri duduk di belakang Ibu, sibuk mengeluarkan abu tembakau stlh itu memasukkan tembakau ke dlm pipa, wajahnya penuh dg senyum kebahagiaan. Saya bercerita ttg keadaan kota, Adik membelalakkan mata dgn penuh rasa ingin tahu.

“Ah, teman sekelas kakak kebanyakan sdh mempunyai ponsel&laptop, sedangkan kakak sebuah arloji pun tdk punya.......” Pd akhirnya saya mengeluh dgn nada bergumam. Saat itu saya melihat wajah Ayah Tiri sedikit tegang, segera ada perasaan menyesal tlh mengucapkan kata itu.

Saat liburan usai saya hrs meninggalkan rumah kembali kuliah. Spt biasa Ayah Tiri mengantarkan saya. Sepanjang perjalanan, bbrp kali Ayah Tiri memanggil saya, tetapi ketika saya menanggapi, dia membatalkan berbicara, sptnya mempunyai beban pikiran yg sangat berat. Saya sangat berharap Ayah Tiri bisa memulai topik pembicaraan, agar bisa berkomunikasi baik dgnnya, namun saya selalu kecewa.

Ketika berpisah, Beliau berkata dgn kaku, “Saya tdk mempunyai kepandaian apa², tdk bisa membuat hidup kalian bahagia, saya sangat menyesalinya. Jika engkau sukses kelak, hrs berbakti pd Ibumu, biarkan Ibumu bisa menikmati hari tua dgn bahagia…” Saya menerima koper baju yg disodorkannya.

Tiba² saya melihat sepasang matanya ber-kaca². Hati saya menjadi trenyuh, mendadak merasakan ada semacam dorongan hati yg ingin memanggilnya “Ayah”, tp kata yg tlh mengendap lama ini akan terlontar dari mulut, mendadak tertelan kembali.

Ketika saya tlh berjalan jauh, saya lihat Ayah Tiri msh berdiri ditempat itu sama sekali tak bergerak, bagaikan patung.
Dlm hati saya berjanji: ketika pulang nanti, saya pasti akan memanggilnya “Ayah”. Namun kesempatan itu tak pernah saya dapatkan lagi. Saya tak mengira perpisahan kali ini utk selamanya.

2 bln stlh itu saya mendapat kabar bahwa Ayah Tiri meninggal dunia. Bagaikan halilintar di siang bolong, benak saya menjadi kosong, serasa dunia ini sdh tiada lagi. Saya pulang dgn perasaan linglung, yg menyambut saya dirumah adlh pipa rokok berwarna coklat kehitaman yg tergantung di tembok.

“Satu²nya hal yg paling disesali Ayah adlh tdk sehrsnya menamparmu, setiap kali mengantarmu kembali ke kampus, dia sangat ingin meminta maaf, tetapi ucapan itu selalu tak bisa keluar dr mulutnya. Sebenarnya mslh itu tdk bisa menyalahkan dirinya, kamu tdk tahu betapa sengsara hatinya, pipa itu adalah kesedihan seumur hidupnya!” Dgn hati pedih Ibu bercerita.

Melihat benda peninggalan itu teringat pemiliknya, dgn hati² saya ambil pipa yg tergantung di tembok itu, pandangan mata saya kabur krn air mata, merasakan kesedihan yg menusuk hati. Ibu juga tergerak hatinya, dia lalu bercerita tentang misteri pipa rokok itu…

30 thn lalu, Ayah Tiri hidup saling bergantung dgn Ayahnya. Ibu dgn Ayah Tiri adlh teman sepermainan sejak kanak². Stlh mrk tumbuh dewasa, mrk sdh tak terpisahkan lagi. Tetapi jalinan kasih mrk mendapatkan tentangan keras Kakek, sebab keluarga Ayah Tiri terlalu miskin.

Krn Ibu&Ayah Tiri dgn tegas mempertahankan hubungan mrk, Kakek terpaksa mengajukan sejumlah besar mas kawin kpd keluarga Ayah Tiri baru mau merestuinya.

Demi anak satu²nya, Ayah dari Ayah Tiri itu pergi bekerja di perusahaan penambangan batu bara. Malang tak dpt ditolak, terjadi kecelakaan di tambang itu. Dinding tambang runtuh&menimbun sang Ayah utk selamanya. Barang peninggalan satu²nya hanyalah pipa rokok kesayangannya semasa hidup.

Ayah tiri sangat sedih, seumur hidup orang yg paling dia hormati&sayangi adlh Ayahnya. Kemudian Ayah Tiri menyalahkan dirinya&merasakan penyesalan yg mendalam hingga tak ingin hidup lagi.

Keesokan harinya dia diam² meninggalkan rumah dgn membawa pipa rokok itu, tak seorang pun tahu kemana perginya…

Dua thn kemudian Ayah Tiri kembali lagi kekampung halamannya, tetapi 1 thn sebelum Ayah Tiri kembali, Ibu dipaksa utk menikah ( dgn ayah kandung saya). Utk selanjutnya Ayah Tiri tdk menikah, yg menemani hidupnya adlh sebatang pipa rokok yg tdk pernah lepas darinya.

Stlh Ayah kandung meninggal, Ayah Tiri memberanikan diri menanggung segala tanggung jawab utk menjaga Ibu, Saya&Adik. Sejak awal Beliau menolak mempunyai anak sendiri, Beliau berkata kami ini adlh anak kandungnya.

Selesai mendengarkan penuturan Ibu, tak terasa wajah saya penuh dgn air mata. Sungguh tak menduga jika pipa rokok itu bukan hanya memiliki kisah berliku perjalanan cinta mrk, namun juga mengandung ingatan yg amat berat seumur hidup Ayah Tiri!

“Ayah Tiri meninggal dunia krn pendarahan otak, sebelumnya dia sudah tdk bisa berbicara, hanya memandang Ibu dgn tangannya menunjuk ke arah kotak kayu. Ibu mengerti maksudnya hendak memberikan kotak kayu tsb kpdmu. Di dlm kotak itu terdapat bbrp lembar surat hutang, mungkin dia bermaksud menyuruhmu membayarkan hutangnya. Seumur hidupnya, dia tak ingin berhutang pd orang lain….”

Dgn sesenggukan saya menerima kotak kayu itu&membukanya dgn perlahan. Ada 8 lembar kertas di dlmnya. Saya membacanya&terkejut bukan main, tubuh menjadi lemas terkulai diatas ranjang.

Ibu saya buta huruf, kertas² yg ada dlm kotak itu bukan surat hutang spt yg dikatakannya, melainkan tanda terima jual darah! Ayah tiri tlh menjual darahnya! Kepala saya terasa pusing&tangan saya lemas. Kotak kayu itu terjatuh, dr dlmnya menggelinding keluar sebuah alroji baru…

“Ayah! Ayah..” Berlutut didepan kuburan Ayah Tiri dgn air mata bercucuran, saya hanya bisa me-nepuk² onggokan tanah merah yg ada dihadapan saya. Tetapi biar bgmnpun saya ber-teriak², tetap tak akan memanggil kembali bayangannya.

Ketika saya pergi meninggalkan rumah, saya membawa pipa rokok coklat kehitaman itu, saya akan mendampingi pipa ini utk seumur hidup saya, mengenang Ayah Tiri utk selamanya.

Kesimpulan: sesunggahnya sebaik2nya dan seburuk2 apapun hidup kita di dlam hidup ini, kita tidak lebih mengerti tentang apa yg di namakan penderitaan seorang ayah. Tanpa dia(ayah) aku tak akan bisa menjadi lebih baik seperti ini..

Ayah..
Terima kasih atas keringatmu!
Ayah maafkan atas keinginan anakmu ini yg tak terbatas..
Maafkaan aku yg slalu mngingkan sesuatu jauh di luar batas kemampuanmu...
Aku hanya seorang penumpang..
Yg menopang hidup dari tetes keringat hidup seorang ayah!

yah,
setetes keringatmu yg asin
adalah madu bagi kami...
Yang Sangat manis!
read more

✿ :::Kisah mengharukan seorang kakak beradik::: ✿

0 komentar
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”

Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.

Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!” Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik… hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. ” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang.” Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana! “Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga!

Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…” Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!”
Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.

Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26. Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.” Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.

Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah, “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29. Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sendoknya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

Kesimpulan :
Bisakah kita memiliki jiwa besar seperti si adik yang seperti dalam cerita, … tapi bagaimanapun, yang namanya Saudara patut kita jaga dan kita hormati, apakah itu seorang adik atau seorang kakak. Karena apa arti hidup kalau tidak bisa membahagiakan sodara dan keluarga kita...
read more

✿ :::Persahabatanku bersamamu::: ✿

0 komentar



















Andai rupa menjadi ukuran,
aku tak layak menjadi temanmu.

Andai harta menjadi sandaran,
aku mungkin tak mampu menjadi sahabatmu.

Andai pangkat dan kedudukan menjadi perhatian,
aku mungkin tak berdaya menjadi sekutu.

Andai hobi menjadi keselarasan,
aku mungkin tak bisa mendampingimu

Andai pendidikan menjadi pilihan,
aku mungkin tak mampu berbagi denganmu

Namun Begitu...
jika keikhlasan dan kesetian menjadi pilihan,
dengan izin Allah aku mampu menjadi teman
yang selalu ada di sampingmu.. ♥
read more

✿ :::Ajal menjemput kala senja itu::: ✿

0 komentar


























dear Allah, Senja ini tlah kau utus saja lagi malaikatMu,
aku menyaksikan kau panggil lagi umatMu di penguhujung senjaMu..
keranda hijaunya melintasi wajah dukaku,
ya robb, bunga mawar itu menutupi tanah basahnya,
wanginya semerbak menyusup kalbu,
ia di azankan seperti semasa hidupnya kau pnggil ia sejenak di hadapanMu..
dan kini dengan azanMu, kau panggil ia di hadapanMu untuk selamanya?
namun y rabb, semasa ia hidup di bumiMu
adakah ia datang hampiri kamu dalam sholatnya, rumahMu?
siapapun ia ya Muhaimin..
ampunilah dosa-dosanya, terimalah amal ibadahnya

dan sesungguhnya nikmat ini masi kurasakan
masi nikmati hidup ini dengan segala fasilitasMu
sering kali keranda itu melintasi beranda hidupku
semoga semakin ingat aku, semakin sadar aku, tawakalku.
bertambahlah keimananku, amin.

panggil aku dengan baik aku
jemput aku dengan sebaiknya caraMu
agar aku tenang, nyaman, indah di sampingMu.. ♥
read more

Kata-kata renungan untuk kematian

0 komentar
"Kematian adalah suatu perkara yang menyedihkan, tetapi jangan bimbang kerana bertemu dengan Allah, adalah suatu kegembiraan yang tidak dapat digambarkan.."

" Mati adalah suatu hal yg pasti, bahkan terlalu pasti sehingga kerana pastinya, tidak ada sesuatu kekuatan pun yg dapat menolak kedatangannya "

" Ajal datang tanpa kabar berita, sediakan perbekalan untuk menghadapinya "

" Hari ini aku mampu memakai pakaian yang cantik dan mahal harganya, tetapi suatu hari nanti aku hanya mampu memakai kain putih saja "

" Ingatlah walaupun derajat di dunia kita jauh berbeda, kain kafan kita tetap pada 1 warna (putih) "

dan ingatlah...
" Setiap waktu berlalu bermakna kita ikut kehilangan waktu untuk beramal dan beribadah..! semakin bertambah waktu semakin dekat kita dgn Pencipta "

Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya. (Al Hijr:43 ﴿

" Jangan Hitung Berapa Kali Org Mengecewakn & Meninggalknmu Tetapi Hitung Berapa Kali Kamu Mengecewakn Allah. Tetapi Dia Tidak Pernah Meningalknmu "

Biarlah menangis di dunia ini kerana mentaati perintah ALLAH, dan jangan biarkan kita menangis di akhirat kerana azab akibat mengingkari perintah ALLAH.. Nauzubillahiminzalik..

read more